Sejarah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali
Sejarah Perkembangan Kanwil Kementerian Agama Bali diawali dengan
berdirinya Dinas Agama otonom Daerah Bali Atau Jawatan Agama Daerah Bali yang
otonom setelah adanya usul dari Dewan Pemerintah Daerah Bali pada tanggal 14
Nopember 1952; No:04/4/115 dimana dimajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyak
Daerah Sementara Daerah Bali untuk membentuk Jawatan Agama Daerah Bali yang
otonom. Mengingat bahwa sejak dahulu Pemerintah di Bali telah mengatur berlakunya
Hukum Adat/Agama yang hingga kini ditaati dengan patuh dan tertib oleh penduduk
Daerah Bali serta dalam undang-undang NIT Nomor:44 Tanggal 14 Juni 1950 tidak
menarik Kekuasaan Daerah Bali untuk mengatur urusan Agama. Selanjutnya untuk
menyempurnakan usaha pemerintah dalam urusan agama ,sehingga agama-agama yang
dianut oleh penduduk daerah
Setelah kemerdekaan wilayah Negara Republik
Indonesia dibagi menjadi delapan propinsi, salah satunya adalah Propinsi Sunda
Kecil dengan ibukota di Singaraja. Sunda
Kecil merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas Bali, Lombok, Sumbawa,
Sumba, Flores dan Timor. Dengan telah terbentuknya Kementerian Agama Republik
Indonesia yang mengatur Urusan Agama yang dicanangkan oleh pusat , secara
vertikal agar dapat berjalannya suatu progam yang dicanangkan oleh Pusat, di
daerah perlu adanya penataan yang menangani soal agama. Ternyata sampai terbentuknya Negara Indonesia
Bagian Timur, urusan yang bertalian dengan Hindu belum mendapat perhatian oleh
pemerintah pusat. Namun demikian dengan
otonomi yang dimiliki para raja, dimana raja-raja mulai membina diri, dimana
raja-raja se-Bali menyerahkan sebagian dari wewenang otonominya untuk diatur
bersama sebagai kesatuan oleh Dewan se-Bali, termasuk dalam bidang keagamaan .
Terbentuknya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
yang dilengkapi dengan Instansi-instansi teknis sektoral meliputi Instansi Pertanian,
Penerangan, termasuk juga Kantor Urusan Agama Propinsi (KUAP) yang berkedudukan di Singaraja adapula Kantor
Urusan Agama Daerah (KUAD) yang mengatur Urusan Agama Islam dapat menimbulkan
suatu harapan baru bagi Pemuka-pemuka Agama Hindu di Bali, yang mana kehidupan
beragama di Bali yang diatur secara tradisional akan dapat diatur seperlunya
oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Instansi Teknis Kementerian
Agama. Suatu upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Bali adalah dengan mengadakan pendekatan dan mendesak Pimpinan KUAP
dan KUAD, agar mengusahakan kehidupan Umat Hindu selaku penduduk terbanyak di
Bali juga menjadi obyek lapangan kerjanya.
Semenjak tahun 1951 sampai tahun 1954 upaya mengusulkan adanya pelayanan
terhadap Umat Hindu oleh pemerintah melalui Kementerian Agama tidak membuahkan
hasil, maka dengan adanya wewenang otonom dalam bidang agama, maka Pemerintah
Daerah Bali membentuk suatu Dinas Agama Otonom Derah Bali dengan delapan
kantor dinas otonom
berdasarkan surat keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Bali tanggal 24
Maret 1953, No :
2/S.K/DPRD/1953. Dinas Agama Daerah Bali ini hanya melayani kehidupan beragama
Umat Hindu sudah ada perubahan dari yang sebelumnya,oleh karena Umat Islam yang
ada di
Melalui Kementerian Agama RI pembinaan dan
pelayanan terhadap kehidupan beragama pada umumnya dan kehidupan beragama Hindu
di Bali pada khususnya, sangat penting artinya bagi umat, guna dapat menumbuh
kembangkan adanya pola sikap dan mental
spritual yang mantap dan berguna bagi pembangunan Bangsa dan Negara
Indonesia. Upaya pembinaan kehidupan
beragama sebelum masa kemerdekaan ( terutama pada masa penjajahan Belanda dan
Jepang), khusus untuk pembinaan beragama
non Hindu, sudah mendapatkan pembinaan dari berbagai instansi pemerintah,
sebagaimana dinyatakan oleh H. Moh. Masrun bahwa peribadatan umum, terutama
bagi Golongan Nasrani pengurusannya menjadi wewenang dari Departemen Pengajaran
dan Peribadatan ( Departemen van Onderwys en Beredienst ): urusan peribadatan
dan pengangkatan pejabat agama pribumi seperti urusan kemesjidan, haji, dan
sebagainya menjadi urusan Departemen Dalam Negeri ( Departemen Van Binnenlandsche Zaken ) dan Mahkamah Islam
Tinggi atau Hof voor Islamitische Mohamedaasche Zaken dan Mahkamah Islam Tinggi
atau Hof voor Islamitische Zaken pengurusannya menjadi wewenang Kementeriant
Van Justitie diurus oleh Departemen Kehakiman.
Pembinaan beragama yang dimaksudkan tersebut,
itu terjadi di tingkat pusat sedangkan di tingkat daerah tidak ada perhatian
pemerintah, terlebih lagi pembinaan beragama Hindu di daerah Bali menjadi tidak
terlayani, hal ini tentu mengurangi kemantapan dalam menjalankan kehidupan
beragama oleh Umat Hindu di Bali. Hal
ini berlangsung pada dua masa pemerintahan yakni pada masa penjajahan Belanda
dan Jepang. Hanya saja pada saat
Pemerintahan Jepang untuk pengurusan Agama tidak mengalami perubahan prinsip
dan di tingkat Keresidenan (Syu) diadakan bagian agama yang dinamakan Shumuka
serta untuk tujuan memperoleh pengaruh maupun dukungan rakyat dalam usahanya
menstabilkannya, maka pemerintah Jepang tetap merangkul umat beragama. Dalam Struktur Kementerian Agama RI bahwa
Agama Islam dan Kristen yang sudah diberi bagian tempat, tetapi Agama Hindu dan
Buddha belum punya bagian tempat yang
wajar. Hal itu tampak dengan jelas kalau
melihat suatu bagan Kementerian Agama Republik Indonesia yang didirikan sejak 1 Januari 1946.
Hubungan Agama Hindu dengan Pemerintah Negara
Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan Yang Berdasarkan Pancasila yakni
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, Dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sebelum Kementerian Agama atau Kementerian Agama RI
terbentuk, dalam Kabinet I Presidentil ( 2 September 1945- 14 Nopember 1945 dan
Kabinet Syahrir I ( 14 Nopember 1945 - 12 Maret 1946) telah diangkat Menteri Negara ialah H.A
Wakhid Hasyim dan H. Rasjidi. Kemudian
dengan didorong oleh semangat kebangsaan yang tinggi, pada era awal kemerdekaan
sejumlah pemuka agama dan pemimpin bangsa berkehendak dan berjuang secara legal, agar terbentuk
Kementerian Agama dalam Kabinet Republik Indonesia.
Pada saat diproklamasikannya Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, bahwa Kementerian Agama atau
Kementerian Agama RI belum lahir. Asal mula lahirnya Kementerian Agama RI
adalah adanya sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat ( BPUPKI)
yang berlangsung pada tanggal 24-28 November 1945 bertempat di Gedung Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia jalan Salemba No.4 Jakarta, yang dihadiri oleh Presiden Sukarno dan Wakil
Presiden Muhammad Hatta, para Menteri dan Utusan Komite Nasional Indonesia
se-Jawa dan Madura. Pada saat sidang
tersebut yaitu tanggal 26 November 1945 hadir utusan dari Keresidenan Banyumas
yang diwakili oleh tiga orang, masing-masing: K.H. Abudaldiri, K.H. saleh Syuaidy
dan M.Sukoso Wiryosaputro dengan juru bicara yakni K.H. Saleh Syuaidy
menyampaikan usul mohon supaya negara yang sudah merdeka hendaknya urusan agama
hanya disambilkan pada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan saja, tetapi supaya diadakan Kementerian Agama yang
khusus.
Ketiga Delegasi KNI Banyumas yang mengajukan usul
supaya dalam Negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan
agama hanya ditumpangkan kepada Kementerian Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan saja tetapi hendaknya dapat dibentuk Kementerian Agama yang khusus
dan tersendiri. Para peserta sidang
Badan komite Nasional indonesia Pusat ternyata memberikan sambutan dan dukungan
dari para utusan daerah lainnya, seperti M. Natsir, Dr Mawardi, Dr Marzuki
Mahdi dan N. Karno Sudarmo. Usul untuk
membentuk Kementerian Agama yang khusus tersebut akhirnya diterima secara
aklamasi dan tidak ada satu suarapun dari anggota sidang KNIP yang menolaknya
dan dengan isyarat dari Presiden Sukarno, akhirnya Wakil Presiden Mohammad Hatta berbicara atas nama pemerintah bahwa
adanya Kementerian Agama yang terdiri
sendiri menjadi perhatian Pemerintah RI.
Syukurlah usaha perjuangan tersebut akhirnya berhasil dan keluarlah
Penetapan Pemerintah pada tahun 1946, Nomor: 1/SD tertanggal 3 Januari 1946
tentang pendirian Kementerian Agama / Kementerian Agama RI.
Dengan demikian bahwa kehadirat Kementerian
Agama / Kementerian Agama RI dalam Struktur Organisasi Pemerintah Republik
Indonesia, adalah suatu kebutuhan dan berakar dalam konsensus nasional yang
berkembang sejak awal perjuangan kemerdekaan.
Ia dilahirkan sebagai pengemban atas penjabaran dan pelaksanaan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terutama Bab IX tentang Agama yang terurai pada pasal 29 ayat
1 dan 2 .
Dengan keberadaan Kementerian Agama /Kementerian
Kehadiran Kementerian Agama di persada Bumi
Nusantara merupakan repleksi sejarah perjalanan Bangsa Indonesia yang berakar
kukuh dalam tata nilai dan tata kemasyarakatan bangsa sejak jaman Kerajaan
Hindu dan Budha, sejak berdirinya Kementerian Agama RI tanggal 3 Januari 1946
di satu sisi umat beragama khususnya bagi umat non Hindu,di sisi lain Umat
Hindu Indonesia umumnya dan Umat Hindu Bali pada khususnya belum mendapat
perhatian dari pemerintah, hal ini terbukti dengan adanya Surat Keputusan
Menteri Agama RI Nomor : 1185/K.J. tertanggal 20 November 1946 yang menetapkan
tentang susunan organisasi Kementerian Agama untuk pertama kalinya, ternyata
dalam susunan organisasi Kementerian Agama tersebut umat Hindu tidak terwakili.
Hal ini secara otomatis menutup kesempatan bagi Hindu untuk mendapat pelayanan
dari pemerintah.
Demi
tujuan keadilan dan tuntutan hukum secara konstitusional, maka jelas diperlukan
upaya pembaharuan agama Hindu, terutama yang berkenaan dengan perjuangan
mengenai sistem organisasi pada tingkat pemerintah pusat. Perjuangan sistem organisasi yang dimaksudkan
adalah agar terwujudnya perhatian pemerintah terhadap Umat Hindu di Bali sesuai
susunan Organisasi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Sejak 1 Januari 1959 bahwa urusan aliran
kepercayaan di Kementerian Agama Republik Indonesia telah diperbaharui menjadi
Bagian Urusan Hindu Bali. Selanjutnya
pada tahun 1963 ada perubahan lagi yang semula Bagian Urusan Hindu Bali menjadi
Biro Urusan Agama Hindu Bali. Dalam
pertumbuhannya di Pusat bahwa Lembaga Biro sejak tahun 1965 ada penambahan satu
bentuk lembaga Menteri Urusan Hindu Bali.
Akhirnya pada tahun 1966 terjadi peningkatan bentuk organisasi dengan
memasukkan Urusan Agama Buddha ke dalamnya.
Sedangkan tahun 1968 nama Hindu Bali disesuaikan dengan istilah aslinya ”Hindu”,
sehingga nama organisasi Ditjen Bimas Hindu Bali dan Buddha mengalami
perubahan bentuk istilah menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu
dan Buddha.
Informasi Penting
Hasil Survey Pelayanan Tahun 2019
Panduan Masjid dan Mushalla di Era Kehidupan Normal Baru Provinsi Bali Tahun 2020
SE Penundaan Sementara Pemberian Ijin Baru Bagi WNA Selama Pendemi Korona
Perubahan Ketentuan Kerja di Rumah
Perubahan Pernyataan Sikap Bersama Kegiatan Peribadatan dan Keagamaan